Jugun Ianfu adalah istilah yang
digunakan untuk merujuk kepada wanita (bahasa Inggris comfort women) yang
menjadi korban dalam perbudakan seks selama Perang Dunia II di koloni Jepang
dan wilayah perang. Jugun ianfu merupakan wanita yang dipaksa untuk menjadi
pemuas kebutuhan seksual tentara Jepang yang ada di Indonesia dan juga di
negara-negara jajahan Jepang lainnya pada kurun waktu tahun 1942-1945.
Di Indonesia sendiri terdapat
sekitar 1500 perempuan eks jugun ianfu yang sebagian besar dari mereka sudah
berusia lanjut bahkan telah meninggal dunia. Perjuangan yang mereka lakukan
untuk menuntut keadilan serta pengakuan tidak saja melelahkan dan lama, tapi
mereka juga nyaris berjuang sendirian karena sampai saat ini tidak nampak
adanya dukungan dari pemerintah terlebih pengakuan terhadap mereka.
Mardiyem
Mardiyem berusia 78 tahun. Tak ada
yang tahu jika dirinya dulu pernah menjadi budak seks tentara Jepang. Dan
karena itu ia memiliki nama panggilan semasa pendudukan Jepang di Indonesia.
Ia, oleh tentara Jepang, dipanggil dengan ‘Momoye’. Panggilan itu merupakan
panggilan bagi jugun ianfu yang dipekerjakan saat itu. Tak banyak orang yang
mengunjungi rumah Momeye. Ia telah banyak dilupakan. Dilupakan oleh negara dan
dilupakan oleh teman-temannya. Bahkan, banyak dari teman-temannya yang sudah
meninggal. Tiada yang menyangka, penderitaan lahir dan batin harus ditanggung
oleh perempuan renta ini. Dulu, ia bercita-cita menjadi pemain sandiwara, tapi
kemudian pupus oleh tipu daya Jepang. Ia pun harus rela dijadikan Jugun Ianfu,
pemuas nafsu birahi serdadu Jepang. Benar-benar menyakitkan. “Beginilah saya
sekarang,” ungkapnya dalam bahasa Jawa sembari memperkenalkan diri. Meski
demikian, sosoknya masih kelihatan cantik. Wajah dan kulit yang terlihat putih
menjadi penanda sisa-sisa kecantikan masa lalunya. Pendengarannya pun masih
setajam dulu. Sepertinya tak banyak yang berubah dari perempuan tua ini, selain
keriput yang makin melebar dan gerakannya yang terlihat lamban.
Sore itu Sumirah yang baru berusia
14 tahun sedang menyusuri Jalan Gendingan, Semarang dengan sepeda barunya.
Ternyata disekitar lokasi itu Sumirah melihat beberapa tentara Jepang sedang
memaksa sejumlah perempuan muda menaiki truk tentara. Sahabat anehdidunia.com
melihat kejadian itu Sumirah muda bukannya menyingkir dari bahaya yang
mengintai, malahan tertegun kaget diliputi perasaan takut. Tanpa disadari
seorang tentara Jepang sudah berada di samping Sumirah dan memaksanya ikut naik
keatas truk. Tanpa berdaya Sumirah terpaksa mengikuti kemauan tentara Jepang
tersebut dan meninggalkan sepeda barunya tergolek di tanah.
Para perempuan muda ini diberitahu
salah seorang serdadu Jepang untuk meminta mereka bekerja untuk militer Jepang,
saat itu dijelaskan juga bahwa kesempatan ini diberikan kepada mereka (para
perempuan) bekerja sebagai perawat. Militer Jepang berjanji akan memberikan
upah kerja dan mencukupi semua kebutuhan hidup mereka. Dengan lantang serdadu
itu berseru,”Apakah semua mau pekerjaan ini?”,terdengar jawaban serentak”Mau”. Tak
lama setelah memberikan jawaban itu, para perempuan tersebut memasuki bangunan
Semarang Kurabu, bangunan bergaya arsitek Belanda yang telah direbut Jepang
dari pemiliknya orang Belanda. Setiap orang diberi kamar yang sudah dilengkapi
dengan sabun, sikat gigi, odol, dan minyak wangi. Setelah itu setiap perempuan
diperiksa kesehatan oleh seorang Dokter Jepang.
Hari-hari berikutnya ternyata para
perempuan ini dipaksa melayani kebutuhan seksual tentara Jepang yang mengunjungi
Semarang Kurabu. Bila menolak melayani maka pukulan, tendangan dan tempelengan
yang diterima sebagai akibat penolakan. Sejak hari ini dan seterusnya adalah
neraka bagi para perempuan tersebut. Selain harus melayani di Semarang Kurabu,
seringkali Sumirah harus melayani para perwira di Hotel Du Pavillon dan Hotel
Oewa Asia yang lokasinya tidak terlalu jauh dari Semarang Kurabu.
Hotel Oewa Asia tempat Sumirah melayani serdadu Jepang
Nasib yang sama dialami Emah
Kartimah, perempuan asal Cimahi yang juga dijadikan budak nafsu para
balatentara Dai Nipon pada 1942. Waktu itu Emah, yang masih berusia 13 tahun,
diculik enam tentara Jepang saat sedang berbelanja di pasar. Dia kemudian dilarikan
dengan mobil dan disekap dalam barak tentara di Cimahi. Tiga tahun Emah yang
masih bau kencur itu harus melayani pria-pria dewasa. Jika dia melawan, maka
pukulan dan tendangan akan diterimanya. Beberapa perempuan di tempat itu juga
mengalami hal yang sama. Cerita di atas dituturkan Mardiyem dan Emah yang
usianya kini sudah mencapai 80 tahun saat tampil di Kick Andy. Bersama sejumlah
korban lainnya mereka berjuang agar pemerintah Jepang mengakui "dosa"
tentara mereka dulu dan kemudian meminta maaf. Bahkan Mardiyen dan Emah pernah
hadir sebagai saksi pada pengadilan tribunal di Jepang dan Belanda.
Emah Kartinah
Sementara
Suhanah, juga asal Cimahi, diculik dengan todongan pistol pada usianya yang
baru 14 tahun. Tapi karena mengalami pendarahan, setahun setelah disekap dia
dibebaskan. Tapi, kondisinya sudah parah rahimnya rusak dan harus diangkat.
Sejak itu Suhanah tidak bisa mempunyai keturunan.
Napas Sri Sukanti (79) tersengal.
Bicaranya tak jelas. Beberapa kali ia terhuyung. Di antara sedu-sedannya, ia
beberapa kali mengatakan, ”Sumpah, saya tidak bohong, saya diperlakukan seperti
kuda.” Kesaksian Sukanti satu dari 1.156 penyintas asal Indonesia, sebagian
sudah meninggal yang tak lebih dari 15 menit itu membuat ruangan hotel
berbintang berisi sekitar 100 orang itu sunyi. Sukanti, dipapah Eka Hindrati,
peneliti independen isu jugun ianfu, terus berbicara dengan air mata
bercucuran. Usia Sukanti tak lebih dari 15 tahun ketika dipaksa menjadi pemuas
seks serdadu Jepang di Salatiga, Jawa Tengah.

Sri Sukanti
Ia mengalami siksaan seksual yang
traumanya memekat setiap kali harus mengingat kekejian itu. Dengan terbata ia
mengatakan,
”Saya disuntik 16 kali... saya tidak pernah
bisa punya anak.... Jangan ada lagi yang seperti saya ya.... jangan ada lagi
yang seperti saya ... Jepang itu kejam...Ogawa itu....”
Hingga saat ini, perlakuan tersebut
mengakibatkan kerusakan pada janinnya dan dirinya divonis tidak dapat memiliki
keturunan seumur hidup. Tangisnya pecah. Ia terus berbicara, terkesan meracau,
seperti melepaskan timbunan luka jiwa yang tak pernah bisa disembuhkan. Sukanti
mengingatkan kepada perempuan sepuh, penyintas dari Korea, yang berteriak,
menangis, dan pingsan ketika bersaksi di depan para jaksa Pengadilan
Internasional Kejahatan Perang untuk Kasus Perbudakan Seksual oleh Militer
Jepang selama Perang Dunia II (The Tokyo Tribunal), 8 Desember 2000.
Paini yang sejak berumur 13 tahun
dipaksa bekerja di sebuah tangsi dekat desanya. Suatu malam ia dijemput paksa
oleh serdadu Jepang, dibawa ke tangsi, dan diperkosa berulang-ulang. Begitu
terus setiap malam. Begitu dalam trauma yang mereka alami sehingga kebanyakan
mantan jugun ianfu ini menyembunyikan identitas mereka dan menolak untuk
berbicara. Banyak masyarakat yang merendahkan, serta menyisihkan para korban
dari pergaulan sosial. Kasus Jugun Ianfu dianggap sekedar “kecelakaan” perang
dengan memakai istilah “ransum Jepang”. Mencap para korban sebagai pelacur
komersial. Banyak juga pihak-pihak oportunis yang berkedok membela kepentingan
Jugun Ianfu dan mengatasnamakan proyek kemanusiaan, namum mereka adalah calo
yang mengkorupsi dana santunan yang seharusnya diterima langsung para korban.
Wainem lahir di Jawa Tengah pada
1925. Dia diculik dari rumahnya pada 1943 ketika berusia 17 tahun dengan bus
dan dibawa ke markas tentara Jepang di Surakarta. Bersama sejumlah wanita lain,
dia disekap di markas tentara itu selama tiga tahun sebelum dipindah ke markas
lain di Jogjakarta selama dua tahun kemudian. Dalam masa-masa kelam tersebut,
Wainem harus merajut tikar dan pada malamnya dipaksa melayani nafsu binatang
tentara Jepang. Pada hari-hari yang sulit, dia harus meladeni empat pria
sekaligus dalam satu malam. ”Beberapa mengajak saya ke kamar pribadi mereka.
Tapi, ada juga yang tanpa malu memerkosa saya di depan rekan-rekan mereka di
kasur barak,” ungkap Wainem.
Wainem
Mastia diambil paksa dari rumahnya
oleh tentara jepang bersama 15 gadis lain dan diangkut ke markas tentara
Cimahi. Seorang kapten Jepang menjadikan Mastia wanita penghibur pribadi.
Setelah Mastia pulang kampung ia menjalani upacara penyucian religius untuk
membersihkan segala "kotoran." Namun orang tetap memanggil saya
"bekas jepang" dan menghina saya...sedih, saya sangat sedih, saya
selalu teringat. Mastia menikah empat kali dan tidak mempunyai anak.
Mastia
Pada saat Ronasih masih berumur 13
tahun dan sedang pulang sekolah, dia diculik seorang serdadu kemudian dikurung
di barak dekat desa. Secara sistematis ia diperkosa selama 3 bulan oleh serdadu
yang disebut "si bewok." Ayahnya berusaha datang dan menggantikan
ronasih sebagai tenaga kerja paksa, namun sia-sia. Ronasih akhirnya disuruh
pulang dengan keadaan tidak mampu berjalan lagi, dan harus merangkak untuk
pulang karena badannya sakit. beberapa kali nikah dan tidak dapat memiliki
keturunan.
Ronasih
Setelah suami pertamanya tewas ditembak
oleh tentara Jepang, Icih menjadi janda muda yang dipekerjakan di sekitar
barak. Selanjutnya dia dikurung, diperkosa dan dipukuli hinga babak belur
hampir setiap hari selama tiga tahun. Setelah perang usai, ia pulang kerumah
dalam keadaan sakit, tidak bisa berjalan bahkan tak mampu mengucapkan namanya
sendiri. Selama di kurung Icih mengalami luka berkelanjutan dan rahimnya rusak
yang mengakibatkan dia tidak bisa melahirkan anak.
Icih
Niyem diculik saat berusia 10 tahun
dibawa menggunakan truk penuh dengan wanita muda lainnya ke barak militer dio
Jawa Barat. Niyem harus berbagi di tenda kecil dengan dua wanita lainnya,
dikurung tak mendapatkan makanan dan harus minum dari air selokan dan diperkosa
di hadapan orang lain. Niyem berhasil kabur bersama teman-temannya namun Niyem
tidak mau memberitahu orang tuanya bahwa dia telah diperkosa, "aku tidak
ingin menyakiti orang tuaku".
Niyem
Pada tahun 1992, untuk pertama
kalinya Kim Hak Soon korban asal Korea Selatan membuka suara atas kekejaman
militer Jepang terhadap dirinya ke publik. Setelah itu masalah Ianfu terbongkar
dan satu persatu korban dari berbagai negara angkat suara. Tahun 2000 Tribunal
Tokyo menuntut pertanggung jawaban Kaisar Hirohito dan pihak militer Jepang
atas praktek perbudakan seksual Jugun Ianfu. Tahun 2001 final keputusan
dikeluarkan di Tribunal The Haque. Tekanan internasional terhadap pemerintah
Jepang terus Dilakukan. Oktober 2007 kongres Amerika Serikat mengeluarkan
resolusi tidak mengikat yang menekan pemerintah Jepang memenuhi tanggung jawab
politik atas masalah ini tetapi Jepang tetap tidak mengakui kekejian terhadap
ratusan ribu perempuan di Asia dan Belanda pada masa perang Asia Pasifik
Kim Hak Soon
Setelah kita mengikuti sekilas
sejarah yang terungkap diatas tentang kaum wanita Indonesia pada peristiwa
Jugun Ianfu dimasa itu sungguh menyedihkan. Apa yang tersurat di atas benar
menjadikan kita merasa miris dibenak hati dan perasaan kita atas pemberlakuan
kaum wanita benar tidak dihormati dan tidak dihargai harkat dan martabatnya,
kaum wanita Indonesia sungguh terinjak-injak harga dirinya saat itu. Nah kalau
sudah demikian bagaimana keadaan sekarang tentang keberadaan kaum wanita
Indonesia saat ini ?.
Kita sudah banyak mengetahui bahwa
kaum wanita Indonesia saat ini boleh dibilang sudah banyak kemajuan dalam
berbagai hal. Tidak sedikit kaum wanita Indonesia saat ini banyak terlibat
langsung pada pembangunan bangsa Indonesia dari berbagai bidang. Di dunia
politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, hukum, militer dan lain sebagainya.
Kemajuan pesat yang dialami kaum
wanita Indonesia saat ini adalah bagian dari rintisan para pejuang sebelumnya
dan juga sebagai anugerah Tuhan yang begitu besar nilainya. Maka diharapkan
bagi kaum wanita Indonesia, janganlah melupakan sejarah bangsa ini yang telah
banyak dibangun oleh kaumnya sendiri. Selainnya itu teruslah berjuang untuk
bisa lebih baik lagi mengangkat harkat martabatnya di era globalisasi.
Komentar
Posting Komentar