Pancasila sebagai dasar negara tidaklah mudah diterima oleh maysarakat Indonesia
yang mayoritas beragama Islam karena dianggap tidak mengandung unsur-unsur keislaman.
Banyak orang Islam pada masa kemerdekaan atau pasca kemerdekaan meminta untuk
menjadikan Indonesia sebagai negara Islam, bukan negara yang menjadikan Pancasila
sebagai dasar negara. Salah satu sebab Pancasila diingkari sebagai dasar negara
adalah, adanya unsur agama Hindu didalamnya. Menurut Faisal Ismail didalam
bukunya yang bejudul Ideologi Hegemoni dan Otoritas Agama (1999), respon
umat Islam atas adanya Pancasila itu ada tiga. Pertama, terjadi ketika
menjelang kemerdekaan (1945) hingga sidang-sidang Majelis Konstituante
(1956-1959). Dalam masa ini para orang-orang Nasionalisme-Sekuler mengajukan Pancasila
sebagai dasar negara. Kedua, terjadi ketika pemerintahan orde baru mengajukan
P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) pada tahun 1978. Dan yang
ketiga terjadi pada tahun 1982, yaitu ketika pemerintah mengajukan Pancasila
sebagai asas tunggal bagi semua organisasi politik dan organisasi
kemasyarakatan.
Akan tetapi pada akhirnya Pancasila dapat diterima oleh masyarakat Muslim
di Indonesia, sebagai ideologi dan falsafah negara. Dalam hal ini umat Islam di
Indonesia berijtihad dan mempunyai dalil-dalil serta argumentasi masing-masing
terkait tentang pemahaman Pancasila sesuai penafsirannya. Tercatat organisasi
keagamaan seperti NU (menerima pada tahun 1984) dan Muhammadiyyah (menerima
pada tahun 1985) menerima Pancasila sebagai dasar negara (Sitompul, 1996).
Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat menumbuhkan dinamisme baru didalam
diri umat Islam Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga dapat
melahirkan masyarakat yang kuat, toleran, HAM, dan pelindungan minoritas serta
hal-hal lainnya.
Indonesia dengan dasar negaranya Pancasila adalah ideologi sah bangsa
Indonesia. Pancasila dinilai dapat berhasil menyatukan bagsa indonesia yang
majemuk ini. Perbedaan suku bangsa, agama seringkali membuat kerusuhan
dimanapun itu berada, dan para pendiri negara ini nyatanya berhasil menciptakan
landasan mulia dengan melepas ego masing-masing kelompok.
Pancasila sejatinya sangatlah Islami, Abdul Karim (Menggali Pancasila Perspektif Islam, 2004) memperlihatkan jika
pidato Ir. Soekarno pada waktu sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945, sangat
kental menyebut takwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan menghormati agama lain
menurut kepercayaan-kepercayaan yang meraka anut. Hal ini menurutnya sama
persis dengan Piagam Madinah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad ketika
mengadakan pertahanan bersama melindungi Madinah dari serangan musuh.
Dalam sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, memiliki
prinsip bahwa Indoneisa adalah bengsa yang beragama. Didalam sila pertama
mengandung ajaran tauhid atau monoteisme, dan ini ada dasarnya didalam al
Qur’an, yaitu Q.S Al Ikhlas. Nilai yang terkandung didalam sila pertama ini
adalah mengakui bahwa bangsa Indonesia itu mengakui adanya tuhan yang esa,
menurut kepercayaan masing-masing agama.
Sila kedua dalam Pancasila yaitu Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Sila
ini mempunyai makna bahwa manusia itu harus diperlakukan secara adil dan
beradab sebagai sama-sama makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, tanpa memandang
suku, ras, agama dan sebagainya (Soeprapto,1996, h. 5). Kandungan sila ini
adalah sebagai sama-sama manusia yang lahir dan hidup di Indonesia, maka harus
diperlakukan secara adil tanpa memandang kedudukan manusia tersebut. Pada
dasarnya sila ini itu sama dengan apa yang telah diwahyukan kepada Nabi
Muhammad, yaitu didalam Q.S Al Isra’; 70, Al Hujurat; 13, An Nahl; 80.
Selanjutnya sila ketiga yang berbunyi Persatuan Indonesia. Dengan
kemajemukannya masyarakat Indonesia, sebuah persatuan nasional sangatlah perlu
untuk menghindari adanya perpecahan. Dengan dasar sila ketiga
ini para pendiri bangsa ingin menyelaraskan semua unsur yang ada di Indonesia.
Dengan berdasarkan Persatuan Indonesia, bangsa Indonesia mempunyai tolak ukuk
bahwa yang hendak dicapai bukanlah kepentingan masing-masing individu ataupun
kelompok, akan tetapi adalah tercapainya kepentingan semua unsur yang terlibat
dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara. Didalam al-Qur’an
banyak disingung soal pentingnya persatuan. Didalam ayat al-Qur,an, contoh
surat al-Baqarah: 213, an-Nisa’: 1, al-Hujurat: 13, Ali Imron: 103, dan
al-Anfal: 46 mengajak manusia untuk menjaga persatuan dan kesatuan umat, untuk
tidak saling berprasangka buruk, bertengkar, dan lain sebagainya.
Setelah itu
sila keempat, yaitu Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan. Indonesia didirikan oleh banyak orang dan itu tidak
hanya satu golongan saja. Dengan adanya perbedaan golongan tersebut, melakukan
musyawarah pastilah ada dan tidak dapat dihindari. Hal ini bisa dilihat ada
banyaknya rapat-rapat yang dilakukan oleh para bapak-bapak pendiri bangsa saat
menentukan dasar negara Indonesia dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan
itu. Dalam pandangan Islam, hal permusyawaratan ini diperintahkan oleh Allah
melalui al-Qur,an surat Ali Imron: 159, dan asy-Syȗrȃ: 38.
Sila terakhir
yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Bangsa Indonesia. Didalam mendirikan sebuah
negara setiap bangsa pasti menginginkan suatu keadilan yang menyeluruh, tidak terkecuali
bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia menuangkannya dalam sila kelima dalam dasar
negaranya. Para bapak-bapak pendiri bangsa tidak mau jika keadilan di Indonesia
hanya untuk sebagian kecil rakyat Indonesia. Pada dasarnya kandungan sila
kelima ini menghendaki adanya kemakmuran yang merata bagi seluruh masyarakat,
dan itu bisa dicapai dengan sifat keadilan. Al-Qur’an di dalam surat an-Nahl:
90, sudah jelas menyerukan kepada umat Islam untuk berbuat adil, ihsan,
memberikan hak sanak kerabat, tidak keji dan mungkar, serta permusuhan.
Dapat dilihat dari uraian tentang dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila,
bisa disimpulkan bahwa Pancasila tidaklah bertentangan dengan Islam, bahkan Islam
lah yang mempengaruhi Pancasila. Dapat di simpulkan bahwa semua sila dalam Pancasila
sesuai dengan Maqasid al-Syari’ah.
Maqasid al-syari’ah atau tujuan-tujuan hukum Islam pernah disinggung oleh
Imam asy-Syathibi, Beliau mengungkapkannya didalam kitab al-Muwwafaqat
هذ الشريعة وضعت
لتحقيق مقاصد الشارع في قيام مصالحهم في الدين والدنيا معا
“sesungguhnya syari’at
itu ditetapkan bertujuan untuk tegaknya (mewujudkan) kemashlahatan manusia di
dunia dan akhirat”.
Dalam bagian
yang lainnya Imam asy-Syathibi berkata “الاحكام مشروعةلمصالحح
العباد”, yang artinya adalah
“hukum-hukum di undangkan untuk kemashlahatan hamba”
Pada dasarnya tujuan
penatapan hukum syari’at Islam adalah untuk kemaslahatan manusia seluruhnya,
baik yang ada di dunia maupun di akhirat. Hal ini berdasarkan firman Allah pada
surat al-Anbiya’: 107, yang artinya “Dan tidaklah kami mengutus kamu’ melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
tujuan adanya hukum Islam untuk terwujudnya kemaslahatan hidup manusia, baik
rohani maupun jasmani, individu dan sosial.
Butir-butir yang ada
dalam Pancasila tidaklah lepas dari pengaruh nilai-nilai keislaman, hal ini
juga disampaikan oleh Abdul Karim (Islam Nusantara, 2007), “Dalam Pancasila
jelas dipengaruhi oleh ajaran Islam antara lain tentang tauhid, persamaan derajat
manusia, semua manusia adalah keturunan nenek moyang yang satu, musyawarah
sebagai landasan dalam memecahkan problematika dalam urusan keduniaan, dan
pemberian harta kepada mereka yang memerlukan dalam bentuk sedekah, infak, dan
zakat”.
Jika dilihat dari
tulisan Abdul Karim, dapat dsimpulkan jika Pancasila sebenarnya mempunyai
tujuan yang sama dengan Maqasidul asy-Syari’ah. Imam Syathibi merumuskan
Maqasidul asy-Syari’ah menjadi lima asas, yaitu
1. Hifdz
ad-Dȋn. Pemeliharaan agama adalah tujuan
utama Islam, dan ini juga tertuang dalam Pancasila sila pertama, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Hifdz
an-Nafs. Islam adalah agama damai, oleh
karena itu Islam sangatlah menekankan adanya pemeliharaan jiwa/diri. Hal ini
dibuktikan dengan adanya hukum qishash bagi seorang pembunuh. Kandungan
asas yang kedua inilah yang terdapat dalam butir Pancasila Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Bangsa Indonesia.
3. Hifdz
an-Nasb. Islam mensyari’atkan pernikahan dan
mengharamkan perzinaan. Hal ini untuk menjaga semua manusia dapat menjaga
keturunan mereka. Dengan terjaganya keturunan, munculah suatu rasa persatuan
diantara mereka karena mereka merasa bahwa mereka berasal dari asal yang sama.
Oleh karena itulah para perumus dasar negara Indonesia menjadikan asas
Persatuan Indonesia sebagai salah satu sila yang ada di Pancasila. Ini untuk
memberitahukan bahwa kita adalah satu, dan kita itu dari nenek moyang yang sama.
4. Hifdz
al-Aql. Manusia adalah sebaik-baiknya
makhluk yang diciptakan oleh Allah, ada dua hal yang membedakan manusia dengan
makhluk lainnya. Pertama adalah, Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya (al-Qur’an, at-Tȋn: 4), yang kedua adalah akal pikiran
(al-Qur’an, at- Tȋn: 5-6). Di dalam al-Qur’an banyak pujian Allah terhadap
orang berakal. Dengan akal pikiranlah manusia menentukan jalan hidup mereka,
memecahkan masalah mereka, dan mengambil keputusan. Akan tetapi terkadang
memecahkan masalah sendiri sangatlah sulit, karena pada dasrnya manusia adalah
makhluk sosial, jadi mereka membutuhkan orang lain dalam memecahkan suatu
masalah. Jadi musyawarah adalah jalan yang biasa dipilih mereka. Tidak
terkecuali bangsa Indonesia, dengan memakai asas Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh
Keijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan, diharap mampu untuk membuat
Indonesia menjadi lebih baik.
5. Hifdz
al-Mȃl. Semua harta yang ada di dunia ini
adalah milik Allah. Harta yang kita punya semuanya adalah titipan Allah. Oleh
karena itu agar tidak adanya kerakusan manusia, Allah mengatur dengan
disyari’atkannya Mu’amalah. Dengan adanya syari’at tersebut manusia diperintah
untuk melakukan sedekah, infak, dan zakat. Hal-hal tersebut bertujuan untuk
memberi kedilan bagi sesama manusia. Mendirikan suatu negara juga diharuskan
memikirkan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Dengan dasar inilah Indonesia
mengaturnya dalam sila kelima, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Bangsa
Indonesia.
Dalam berkonsep
berbangsa dan bernegara di Indonesia, Pancasila adalah suatu final. Saat
pendeklarasian dulu, Indonesia mendeklarasikan bukan sebagai negara sekuler
maupun negara Islam, dasar dan falsafah Indonesia adalah Pancasila. Disinilah
fungsi Maqasidul asy-Syari’ah diperlukan, sebagai alat untuk menyandingkan
Pancasila dengan asas-asas hukum Islam. Hubungan antara keduanya sudah jelas,
sehingga kekhawatiran akan penyimpangan-penyimpangan hukum Islam tidaklah ada,
dikarenakan pada dasarnya visi keduanya sama, yaitu untuk kesejahteraan
masyarakat Indonesia.
Komentar
Posting Komentar